Kamis, 29 Februari 2024

28 Februari 2024

Hari ini 15 tahun yang lalu, pukul 09.00

Aku terbaring lemah di tempat tidur rumah sakit dengan perasaan membuncah bahagia.. Seorang anak laki-laki yang sehat berhasil dilahirkan dengan normal setelah berusaha beberapa jam...

Proses kelahiran yang sebenarnya biasa saja, tapi karena pertama, tentu saja jadi luar biasa. 

Malam itu, 27 Februari sekitar jam 23, televisi memutarkan film Nothing Hill yang dibintangi Julia Roberts. Tetiba aku terbangun karena merasakan sakit yang luar biasa. Aku menengok ke sofabed di sisi seberang, Franky sedang tertidur pulas. Kupanggil dia jutaan kali tanpa mendapatkan hasil yang memuaskan. Tengok meja samping ranjang dan mengambil benda kecil apapun untuk dilempar... tentu saja dia langsung terbangun.. Hahahaaa...

Dengan ditemani suami, yang tentu saja dia tidak tahu mesti berbuat apa, aku mulai merasakan kontraksi-kontraksi yang semakin menyiksa. Kirim pesan ke dokter, minta obat penghilang rasa sakit 😂 Minta ke perawat / bidan untuk mendapatkan penjelasan dan cara-cara mengurangi rasa sakit yang menyiksa. Jawabannya tidak ada yang memuaskan (tentu saja).

Setelah sekian jam menderita dengan durasi siksaan yang semakin rapat, bidan memeriksa dan mulai membawaku ke ruang bersalin. 'Membawa' yang dimaksud adalah memapahku berjalan ke seberang kamar. Aku ditidurkan di tempat tidur bersalin, diminta untuk menghadap ke kiri (atau ke kanan ya, lupa). Perawat / bidan berpesan untuk menahan rasa ingin 'buang air'. "Matamuuu.." sahutku dalam hati.

Tak berapa lama ibu dokter Susi datang dan membantuku bersalin. Selama menolong persalinan, beliau sempat menertawakan keinginanku untuk meminta obat penghilang rasa sakit... Pliiisss dookk... konseeennn...

Nggak perlu diceritain detilnya lah, intinya setelah suara adzan subuh selesai, suara tangisan bayi pun pecah. Seolah meneruskan suara adzan yang sebelumnya berkumandang memasuki ruang bersalin. Kami beri nama dia Adli Balian Haritz.

Setelah ditaruh didadaku sebentar, dibersihkan dan aku diberikan kesempatan untuk menggendongnya sebentar, bayi mungilku dibawa keluar. Saat itu keluargaku menyeruak masuk ke ruang bersalin. Selama proses persalinan, rupanya mereka sudah ada di depan ruang bersalin, dan ikut mendengarkan suara tangis pertamanya. 

Saat itu perasaan yang timbul benar-benar tidak dapat diceritakan dengan kata-kata. Bahagia, pasti. Ada perasaan kuatir, lelah, cemas, senang tak terkira, bangga.. entahlah apa lagi..

Setelah 2-3 jam di ruang bersalin hanya ditemani suamiku, aku memintanya untuk membantuku pindah ke ruang rawat. Dengan dipapah, tentu saja. Rasanya? kemeng... wkwkwk.... kaku banget apalagi di bagian bawah.. haha... mungkin efek obat bius yang belum hilang. 


Hari ini pukul 09.00

Aku duduk di depan laptopku menghadapi beberapa tugas yang perlu diselesaikan. Chat dengan rekan kerja untuk kordinasi. Dan bayangannya menyeruak memenuhi pikiranku. 

Kalau kamu masih diberi kesempatan bersama kami, hari ini kamu sudah jadi remaja, ko.. Usia 15 tahun, kira2 kelas 2 SMP atau kelas 8. Mungkin postur tubuh kamu tinggi langsing, kulit putih, mata agak sipit dan senyum malu-malu. Tipe yang tidak suka menarik perhatian.. Mungkin...

Mungkin juga kamu menjadi anak yang aktif, karena dulu waktu kecil kamu nggak bisa diem, lari sana lari sini, sentuh sana sentuh sini.. Mungkin kulitmu kecoklatan terbakar matahari, postur atletis dan menyenangkan.. Mungkin..

Atau mungkin juga kamu seperti adikmu, Yan, sekarang, hobinya coding, ngutak ngatik depan laptop seharian.. Entah main game, roblox atau memang menyusun coding. Duduk di depan laptop seharian, konsentrasi penuh dengan dahi berkerut dan jemari menari di atas tuts laptop. 

Rasa penyesalan itu pernah ada. Tapi rasanya juga tidak ada pilihan. 

Padahal hidup adalah pilihan, dan aku memilih yang menurutku terbaik bagi kami. Iya, terbaik bagi kami. Bagi keluarga kecil kami, terutama. Pengorbanan itu terasa berat dan menyesakkan, tapi aku nggak boleh egois kan..

Saat ini aku hanya bisa bersyukur. Aku menyadari bahwa Allah akan kasih yang terbaik untuk hambaNya. Allah tahu aku tidak bisa merawatmu dengan benar, ko, makanya Allah panggil kamu untuk dirawat lebih baik. Aku masih suka cerita tentang kamu ke adikmu, Yan, agar dia tetap mengingatmu. 


1 November 2014 malam

Aku ingat waktu kamu dibawa pulang untuk disemayamkan di rumah. Yan mencium keningmu, karena disangkanya kamu sedang tidur. Begitu merasakan kaku dan dinginnya tubuhmu, Yan tidak mau menciummu untuk kedua kalinya. Sedangkan aku sendiri seperti tidak tahu harus berbuat apa dengan adanya tubuh dinginmu di rumah. Saat kamu dimakamkan pun aku tidak menangis dan masih bisa menerima tamu dengan ceria. Tapi sebenarnya itu adalah kepribadian keduaku. Saat itu, jujur, aku tidak bisa mengingat pembicaraan, siapa yang aku salami, siapa yang ajak ngobrol, siapa yang menemani. Seperti ada penghalang antara aku dengan dunia luar. 

Dua hari setelah kamu dimakamkan, baru air mataku bisa pecah saat sendiri. Suara tangisku mungkin terdengar sampai keluar kamar, entahlah. Tapi tidak ada yang menggangguku. Mungkin keluargaku ingin membiarkan emosiku keluar tanpa gangguan. Satu penghiburanku hanyalan Yan. Kami berdua saja saat itu. 


Hari ini pukul 21.00

Aku sempatkan menuangkan perasaanku disini sebelum masuk kamar beristirahat. Saat ini aku sedang jauh. Tapi aku tahu keluargaku menjagaku dengan doa-doanya. Aku juga tahu Allah akan terus memberikan yang terbaik dengan rencana-rencanaNya. 

Semoga kamu tenang disana, ko... Titip Mbah Ti dan Mbak Sri... 

Mampir di mimpi mak, ya, ko... Terakhir mak lihat kamu sedang pakai baju gamis putih peci putih dan gigimu utuh sempurna. Dan itu mimpi beberapa tahun yang lalu..

Sesukamu ya ko, mak tahu kalau kamu mendapatkan yang terbaik di sisiNya. 

Mak juga tahu kalo Allah berikan yang terbaik untuk kamu, mbah Ti dan mbak Sri...

Alfatihah untuk semua..


Dalam rangka kangen

Koko Lie, Adli Balian Haritz

Mbah Ti, Sumartini Astirah

Mbak Sri, Sriyati