Memiliki keluarga yang sempurna?? Terbersit dalam pikiranku untuk mengakui bahwa keluargaku adalah keluarga yang sempurna. Aku memiliki seorang suami yang (aku tau pasti) menyayangiku apa adanya. Aku juga memiliki karier yang dinamis yang membuat setiap orang yang menjalaninya tidak akan pernah bosan. Dan sebagai pelengkap kesempurnaan itu, aku memiliki seorang putra lucu yang berusia 2,5 tahun dan merupakan ksatria terhebat di mataku.
Aku dan suamiku yang berusia 2th lebih muda dariku memiliki ras yang berbeda. Pada awalnya kami juga memiliki perbedaan keyakinan. Kami juga dibesarkan dengan cara yang berbeda sehingga memiliki pola pemikiran maupun kesukaan yang berbeda. Aku menyukai segala sesuatu yang berbau seni, arsitektural dan segala sesuatu yang dinamis, sementara suamiku menyukai segala sesuatu yang berbau teknologi dan permainan yang statis. Kalau aku menyukai beberapa genre buku, musik dan film, suamiku menyukai genre permainan komputer dan sejenisnya. Aku menyukai segala sesuatu yang berbau alami, suamiku menyukai segala sesuatu yang modern. Mungkin kedengarannya seperti iklan, tapi begitulah adanya. Terkadang kami suka sulit menyatukan kegiatan di waktu luang kami. Aku lebih suka jalan2 ke Taman Margasatwa atau Taman Menteng, sementara dia lebih suka jalan2 ke Toko Komputer atau Pameran Komputer dan Teknologi. Kami juga memiliki perbedaan yang signifikan dalam mengelola keuangan kami. Dia lebih suka menyimpannya secara konvensional, sedangkan aku lebih suka mengembangkan dana kami melalui asuransi atau investasi.
Satu hal yang menyatukan kami semakin erat adalah kehadiran ksatria kecilku, Lie. Dia adalah buah hati kami yang dididik dengan dasar keanekaragaman. Kami memberinya pengertian sejak dini tentang indahnya perbedaan. Dia menyukai permainan komputer sekaligus menyukai kegiatan luar. Meskipun begitu, sudah bisa dilihat kalau dia memiliki kecenderungan untuk menghindari tempat2 ribut (baik musik atau alat lain) yang tidak diketahui sumber suaranya.
Tapi dibilang memiliki keluarga yang sempurna? Aku yakin itu bukan aku orangnya.. Kami sering memiliki perbedaan pendapat yang menyebabkan perselisihan. Terkadang kami juga memiliki perbedaan cara dalam mendidik ksatria kecil kami. Dalam bersikap terhadap orang tua kami masing2 pun kami memiliki perbedaan. Dia lebih santai dalam menghadapi kedua orangtuanya, bahkan cenderung cuek, sementara aku sangat menjaga nada suaraku saat berkomunikasi dengan orangtuaku terutama ibuku.
Salah satu cara kami mengurangi perselisihan di antara kami adalah dengan cara menggunakan panggilan ‘sayang’ terhadap masing2. Panggilan tersebut adalah “Sayang..” Saking terbiasanya kami memanggil satu sama lain dengan panggilan tersebut, sampai2 kalaupun marah/menghardik/menegur dengan intonasi yang tinggi, panggilan itu tetap digunakan. Mungkin orang lain aneh mendengarnya, tapi jika aku benar2 marah terhadap suamiku, salah satu cara yang bisa mendinginkan hatiku adalah dengan cara bagaimana dia memanggilku. Biasanya kami juga menjaga intonasi suara kami agar tetap berada di level yang normal, meskipun hati sedang panas. Hal ini juga bisa memperkecil kemungkinan perselisihan kami semakin parah.
Perbedaan dalam hidup berumah tangga kami sangatlah besar dan kami menyadarinya dengan sesadar2nya saat kami memutuskan untuk menikah. Namun aku menyadari dan menikmati adanya perbedaan itu dan sedikit bangga karenanya. Aku bangga karena kami memiliki begitu banyak perbedaan dan tidak berusaha merubah satu sama lainnya. Aku juga bangga dengan pengaturan kegiatan kami agar kami masing2 mendapat kepuasan dalam menjalankan kegiatan yang diminatinya.
Keluargaku adalah keluarga yang tidak sempurna. Tapi ketidaksempurnaan itulah yang membuat keluargaku adalah keluarga yang sempurna.
*note ini pernah jadi nominasi di "20 inspirational story The Papandayan" di facebook