Halo, nama Saya Severn Suzuki, berbicara mewakili E.C.O - Enviromental Children Organization. Kami adalah kelompok dari Kanada yang terdiri dari anak-anak berusia 12 dan 13 tahun, yang mencoba membuat perbedaan: Vanessa Suttie, Morga, Geister, Michelle Quiq dan saya sendiri. Kami menggalang dana untuk bisa datang ke sini sejauh 6000 mil untuk memberitahukan pada anda sekalian orang dewasa bahwa anda harus mengubah cara anda, hari ini di sini juga. Saya tidak memiliki agenda tersembunyi. Saya menginginkan masa depan bagi diri saya saja.
Kehilangan masa depan tidaklah sama seperti kalah dalam pemilihan umum atau rugi dalam pasar saham. Saya berada di sini untuk berbicara bagi semua generasi yang akan datang.
Saya berada di sini mewakili anak-anak yang kelaparan di seluruh dunia yang tangisannya tidak lagi terdengar.
Saya berada di sini untuk berbicara bagi binatang-binatang yang sekarat yang tidak terhitung jumlahnya di seluruh planet ini karena kehilangan habitatnya. Kami tidak boleh tidak didengar.
Saya merasa takut untuk berada di bawah sinar matahari karena berlubangnya lapisan OZON. Saya merasa takut untuk bernafas karena saya tidak tahu ada bahan kimia apa yang dibawa oleh udara.
Saya sering memancing di Vancouver bersama ayah saya hingga beberapa tahun yang lalu kami menemukan bahwa ikan-ikannya penuh dengan kanker. Dan sekarang kami mendengar bahwa binatang-binatang dan tumbuhan satu persatu mengalami kepunahan tiap harinya - hilang selamanya.
Dalam hidup saya, saya memiliki mimpi untuk melihat kumpulan besar binatang-binatang liar, hutan rimba dan hutan tropis yang penuh dengan burung dan kupu-kupu. Tetapi sekarang saya tidak tahu apakah hal-hal tersebut bahkan masih ada untuk dilihat oleh anak saya nantinya.
Apakah anda sekalian harus khawatir terhadap masalah-masalah kecil ini ketika anda sekalian masih berusia sama serperti saya sekarang?
Semua ini terjadi di hadapan kita dan walaupun begitu kita masih tetap bersikap bagaikan kita masih memiliki banyak waktu dan semua pemecahannya. Saya hanyalah seorang anak kecil dan saya tidak memiliki semua pemecahannya. Tetapi saya ingin anda sekalian menyadari bahwa anda sekalian juga sama seperti saya!
Anda tidak tahu bagaimana caranya memperbaiki lubang pada lapisan ozon kita. Anda tidak tahu bagaimana cara mengembalikan ikan-ikan salmon ke sungai asalnya. Anda tidak tahu bagaimana caranya mengembalikan binatang-binatang yang telah punah.
Dan anda tidak dapat mengembalikan hutan-hutan seperti sediakala di tempatnya, yang sekarang hanya berupa padang pasir. Jika anda tidak tahu bagaima cara memperbaikinya. TOLONG BERHENTI MERUSAKNYA!
Di sini anda adalah delegasi negara-negara anda. Pengusaha, anggota perhimpunan, wartawan atau politisi - tetapi sebenarnya anda adalah ayah dan ibu, saudara laki-laki dan saudara perempuan, paman dan bibi dan anda semua adalah anak dari seseorang.
Saya hanyalah seorang anak kecil, namun saya tahu bahwa kita semua adalah bagian dari sebuah keluarga besar, yang beranggotakan lebih dari 5 milyar, terdiri dari 30 juta rumpun dan kita semua berbagi udara, air dan tanah di planet yang sama - perbatasan dan pemerintahan tidak akan mengubah hal tersebut.
Saya hanyalah seorang anak kecil namun begitu saya tahu bahwa kita semua menghadapi permasalahan yang sama dan kita seharusnya bersatu untuk tujuan yang sama.
Walaupun marah, namun saya tidak buta, dan walaupun takut, saya tidak ragu untuk memberitahukan dunia apa yang saya rasakan.
Di negara saya, kami sangat banyak melakukan penyia-nyiaan. Kami membeli sesuatu dan kemudian membuangnya, beli dan kemudian buang.
Walaupun begitu tetap saja negara-negara di Utara tidak akan berbagi dengan mereka yang memerlukan. Bahkan ketika kita memiliki lebih dari cukup, kita merasa takut untuk kehilangan sebagian kekayaan kita, kita takut untuk berbagi.
Di Kanada kami memiliki kehidupan yang nyaman, dengan sandang, pangan dan papan yang berkecukupan - kami memiliki jam tangan, sepeda, komputer dan perlengkapan televisi.
Dua hari yang lalu di Brazil sini, kami terkejut ketika kami menghabiskan waktu dengan anak-anak yang hidup di jalanan. Dan salah satu anak tersebut memberitahukan kepada kami: ” Aku berharap aku kaya, dan jika aku kaya, aku akan memberikan anak-anak jalanan makanan, pakaian dan obat-obatan, tempat tinggal, cinta dan kasih sayang ” .
Jika seorang anak yang berada di jalanan dan tidak memiliki apapun, bersedia untuk berbagi, mengapa kita yang memiliki segalanya masih begitu serakah?
Saya tidak dapat berhenti memikirkan bahwa anak-anak tersebut berusia sama dengan saya, bahwa tempat kelahiran anda dapat membuat perbedaan yang begitu besar, bahwa saya bisa saja menjadi salah satu dari anak-anak yang hidup di Favellas di Rio; saya bisa saja menjadi anak yang kelaparan di Somalia ; seorang korban perang timur tengah atau pengemis di India .
Saya hanyalah seorang anak kecil, namun saya tahu bahwa jika semua uang yang dihabiskan untuk perang dipakai untuk mengurangi tingkat kemiskinan dan menemukan jawaban terhadap permasalahan alam, betapa indah jadinya dunia ini.
Di sekolah, bahkan di taman kanak-kanak, anda mengajarkan kami untuk berbuat baik. Anda mengajarkan pada kami untuk tidak berkelahi dengan orang lain, untuk mencari jalan keluar, membereskan kekacauan yang kita timbulkan; untuk tidak menyakiti makhluk hidup lain, untuk berbagi dan tidak tamak. Lalu mengapa anda kemudian melakukan hal yang anda ajarkan pada kami supaya tidak boleh dilakukan tersebut?
Jangan lupakan mengapa anda menghadiri konferensi ini, mengapa anda melakukan hal ini - kami adalah anak-anak anda semua. Anda sekalianlah yang memutuskan, dunia seperti apa yang akan kami tinggali. Orang tua seharusnya dapat memberikan kenyamanan pada anak-anak mereka dengan mengatakan, ” Semuanya akan baik-baik saja”, kami melakukan yang terbaik yang dapat kami lakukan dan ini bukanlah akhir dari segalanya.”
Tetapi saya tidak merasa bahwa anda dapat mengatakan hal tersebut kepada kami lagi. Apakah kami bahkan ada dalam daftar prioritas anda semua? Ayah saya selalu berkata, “Kamu akan selalu dikenang karena perbuatanmu, bukan oleh kata-katamu”.
Jadi, apa yang anda lakukan membuat saya menangis pada malam hari. Kalian orang dewasa berkata bahwa kalian menyayangi kami. Saya MENANTANG ANDA, cobalah untuk mewujudkan kata-kata tersebut.
Sekian dan terima kasih atas perhatiannya.
Landscape bisa diartikan sebagai bentang alam suatu daerah atau kawasan.. Dalam blog ini, 'my landscape' berarti bentang pikiranku... Enjoy and hope it will brings goodness...
Jumat, 25 November 2011
Kamis, 13 Oktober 2011
Nama untuk Sang Buah Hati
Nama seorang anak terhadap keluarganya kadang mirip seperti plang nama pada sebuah toko. Di situlah citra bisa ternilai. Mulai dari pemilihan nama, gaya tulisan, warna dan jenis plang, serta penempatannya. Jangan berharap konsumen akan tertarik masuk ke toko jika tulisan plangnya asal-asalan.
Jangan anggap remeh arti sebuah nama. Terlebih jika nama itu diperuntukkan buat sang buah hati. Karena dari nama anaklah, citra sebuah keluarga bisa ternilai.
Sayangnya, tidak semua orang tua paham itu. Jadilah bayi-bayi yang punya asal nama. Tanpa arti, tanpa hikmah. Hal itulah yang kini kerap dipikirkan Pak Yogi.
Bapak yang baru saja dapat anugerah kelahiran bayi laki-laki ini masih dibingungkan dengan pilihan nama. Ia sedang berpikir keras untuk menentukan nama bayinya. "Nama anak harus punya nilai," tekad Pak Yogi begitu kuat. Sekuat kritik buat ayahnya yang telah memberinya nama 'Yogi'.
Ketika Pak Yogi paham bagaimana Islam mengajarkan soal nama, ia sempat kecewa. Masalahnya, nama 'Yogi' sulit dicarikan arti. Apalagi, nilai yang bisa diambil pelajaran. Dan lebih kecewa lagi ketika Pak Yogi bertanya ke ayahnya soal pemilihan nama itu. "Ayah juga nggak tahu artinya!" ucap ayah Pak Yogi suatu kali. Ketika didesak kenapa ayahnya memilih nama itu, jawaban sang ayah sederhana saja. "Soalnya, waktu itu ayah suka sama film kartun. Judulnya Yogi and Bubu!"
Astaghfirullah! Pak Yogi sangat sangat kecewa. Kadang ia malu sama teman pengajiannya. Tapi, apa mau dibilang. Nama sudah terlanjur melekat. Repot kalau diubah. Karena mesti mengubah akte kelahiran, ijazah SD, SMP, SMU, dan S satu.
Cara mudah mengubah nama tanpa mesti mengubah dokumen keluarga, ya dengan mengubah nama panggilan. Pak Yogi berharap, dengan nama anaknya kelak, ia bisa mendompleng. Ia bisa menyebut dirinya dengan Abu titik-titik. Artinya, bapak dari nama bayi laki-lakinya itu. Kalau nama sang bayi Ahmad. Maka, nama panggilan Pak Yogi menjadi Abu Ahmad. Wow, keren!
Tapi, ia masih belum sreg dengan pilihan nama buat anaknya. Yang jelas, tidak mungkin Pak Yogi menamai anaknya dengan Abu Bakar. Karena nama panggilan buat dirinya akan dobel di Abu: Abu Abu Bakar. Wah, jadi nggak pas. Pak Yogi terus berpikir. Tapi, belum juga ketemu.
Pak Yogi pernah bertanya ke isterinya. Tapi, isterinya tidak memberi satu nama pun. Cuma ngasih saran, agar nama bayinya tidak kepanjangan. Repot mesti dipanggil apa. Kalau disebut semua, sulit dihafal. Kalau disingkat, nanti malah kurang bagus.
Saran isterinya itu, menjadi pertimbangan baru buat Pak Yogi. "Betul juga, ya!" ucapnya dalam hati. Ia pernah dengar pengalaman teman pengajiannya. Sang teman pernah dikasih saran oleh seseorang untuk menamai anaknya dengan nama yang begitu bagus: shibghotullah! Artinya, celupan atau bentukan dari Allah. Tapi, teman Pak Yogi bingung sendiri. Ia kerepotan memanggil sang anak. Kalau dipanggil secara utuh, selain susah juga kepanjangan. Kalau mau disingkat, motongnya di mana.
Kadang, ketika anak mulai belajar bicara, kerap menyebut namanya dengan caranya sendiri. Nah, kalau namanya kepanjangan dan sulit disingkat, anak juga ikut kerepotan. Hal itu pernah dialami tetangganya. Nama sang anak sebenarnya bagus: Khairuddin. Artinya, kebaikan dari agama. Tapi, sang anak sendiri yang akhirnya menyingkat menjadi Udin. Hingga dewasa, anak itu tetap dipanggil Udin.
Dari sekian pengalaman itu, Pak Yogi akhirnya menemukan satu nama. Panggilannya tidak sulit. Tidak juga terlalu panjang. Bahkan, sangat singkat. Namanya, Sa'id. Artinya yang berbahagia. Dari segi sejarah, nama Said mengingatkan Pak Yogi dengan seorang pahlawan Islam: Said bin Zubair.
Selain itu, ada satu hal yang membuat hati Pak Yogi berbunga-bunga. Tak lama lagi, teman-teman Pak Yogi akan memanggil dirinya dengan panggilan baru: Abu Said. "Wow, nama yang keren!" ucap Pak Yogi ke isterinya. Dan, isteri Pak Yogi pun setuju.
Ketika berkunjung ke orang tuanya, Pak Yogi menyertakan isteri dan sang bayi. Selain minta doa, sebenarnya Pak Yogi juga punya maksud lain. Ia ingin ngasih pelajaran buat ayahnya yang asal ngasih nama. Agar, ayahnya sadar bahwa nama anak itu harus punya arti dan pelajaran.
"Siapa namanya, Yog?" tanya ayah Pak Yogi sambil menoleh ke sang bayi. Dengan bangga Pak Yogi mengatakan, "Sa'id, Yah! Artinya yang berbahagia. Bagus kan, Yah!"
Ayah Pak Yogi mengangguk-angguk pelan. "Luar biasa, Yog! Kamu memang hebat pilih nama. Hebat!" ucap ayah Pak Yogi.
Mendapati reaksi itu, Pak Yogi jadi bingung sendiri. Apakah secepat itu ayahnya langsung tersadar soal nilai sebuah nama. Atau, apa nama Said punya arti tersendiri buat ayahnya yang ia yakin tidak paham dengan bahasa Arab dan nama-nama tokoh Islam.
”Maksud, ayah?” tanya Pak Yogi menghilangkan rasa penasarannya.
"Begini, Yog. Dengan nama itu, aku bisa memanggil cucuku dengan inisial bagus: SBY! Wow, SBY! Artinya, Said bin Yogi!" lanjut ayah Pak Yogi bangga.
(muhammadnuh@eramuslim.com)
-numpang copas dari blog tetangga... :)-
Rabu, 07 September 2011
Keluargaku, Hidupku
Memiliki keluarga yang sempurna?? Terbersit dalam pikiranku untuk mengakui bahwa keluargaku adalah keluarga yang sempurna. Aku memiliki seorang suami yang (aku tau pasti) menyayangiku apa adanya. Aku juga memiliki karier yang dinamis yang membuat setiap orang yang menjalaninya tidak akan pernah bosan. Dan sebagai pelengkap kesempurnaan itu, aku memiliki seorang putra lucu yang berusia 2,5 tahun dan merupakan ksatria terhebat di mataku.
Aku dan suamiku yang berusia 2th lebih muda dariku memiliki ras yang berbeda. Pada awalnya kami juga memiliki perbedaan keyakinan. Kami juga dibesarkan dengan cara yang berbeda sehingga memiliki pola pemikiran maupun kesukaan yang berbeda. Aku menyukai segala sesuatu yang berbau seni, arsitektural dan segala sesuatu yang dinamis, sementara suamiku menyukai segala sesuatu yang berbau teknologi dan permainan yang statis. Kalau aku menyukai beberapa genre buku, musik dan film, suamiku menyukai genre permainan komputer dan sejenisnya. Aku menyukai segala sesuatu yang berbau alami, suamiku menyukai segala sesuatu yang modern. Mungkin kedengarannya seperti iklan, tapi begitulah adanya. Terkadang kami suka sulit menyatukan kegiatan di waktu luang kami. Aku lebih suka jalan2 ke Taman Margasatwa atau Taman Menteng, sementara dia lebih suka jalan2 ke Toko Komputer atau Pameran Komputer dan Teknologi. Kami juga memiliki perbedaan yang signifikan dalam mengelola keuangan kami. Dia lebih suka menyimpannya secara konvensional, sedangkan aku lebih suka mengembangkan dana kami melalui asuransi atau investasi.
Satu hal yang menyatukan kami semakin erat adalah kehadiran ksatria kecilku, Lie. Dia adalah buah hati kami yang dididik dengan dasar keanekaragaman. Kami memberinya pengertian sejak dini tentang indahnya perbedaan. Dia menyukai permainan komputer sekaligus menyukai kegiatan luar. Meskipun begitu, sudah bisa dilihat kalau dia memiliki kecenderungan untuk menghindari tempat2 ribut (baik musik atau alat lain) yang tidak diketahui sumber suaranya.
Tapi dibilang memiliki keluarga yang sempurna? Aku yakin itu bukan aku orangnya.. Kami sering memiliki perbedaan pendapat yang menyebabkan perselisihan. Terkadang kami juga memiliki perbedaan cara dalam mendidik ksatria kecil kami. Dalam bersikap terhadap orang tua kami masing2 pun kami memiliki perbedaan. Dia lebih santai dalam menghadapi kedua orangtuanya, bahkan cenderung cuek, sementara aku sangat menjaga nada suaraku saat berkomunikasi dengan orangtuaku terutama ibuku.
Salah satu cara kami mengurangi perselisihan di antara kami adalah dengan cara menggunakan panggilan ‘sayang’ terhadap masing2. Panggilan tersebut adalah “Sayang..” Saking terbiasanya kami memanggil satu sama lain dengan panggilan tersebut, sampai2 kalaupun marah/menghardik/menegur dengan intonasi yang tinggi, panggilan itu tetap digunakan. Mungkin orang lain aneh mendengarnya, tapi jika aku benar2 marah terhadap suamiku, salah satu cara yang bisa mendinginkan hatiku adalah dengan cara bagaimana dia memanggilku. Biasanya kami juga menjaga intonasi suara kami agar tetap berada di level yang normal, meskipun hati sedang panas. Hal ini juga bisa memperkecil kemungkinan perselisihan kami semakin parah.
Perbedaan dalam hidup berumah tangga kami sangatlah besar dan kami menyadarinya dengan sesadar2nya saat kami memutuskan untuk menikah. Namun aku menyadari dan menikmati adanya perbedaan itu dan sedikit bangga karenanya. Aku bangga karena kami memiliki begitu banyak perbedaan dan tidak berusaha merubah satu sama lainnya. Aku juga bangga dengan pengaturan kegiatan kami agar kami masing2 mendapat kepuasan dalam menjalankan kegiatan yang diminatinya.
Keluargaku adalah keluarga yang tidak sempurna. Tapi ketidaksempurnaan itulah yang membuat keluargaku adalah keluarga yang sempurna.
*note ini pernah jadi nominasi di "20 inspirational story The Papandayan" di facebook
Minggu, 04 September 2011
Miss Him So....
Libur lebaran sudah hampir berakhir. Besok gw udh kembali ke aktivitas rutin yg sudah gw jalani beberapa bulan terakhir ini. Aktivitas rutin itu adalah 'kerja'.. Hahahaa... Selamat ya, nil, akhirnya lo bisa kerja juga... (pasti ada beberapa org yg mengucapkan kalimat ini).. Ya, beberapa bulan terakhir ini gw kerja di salah satu perusahaan konsultan (eh, ada kontraktor nya juga ding) yang cukup terkenal di Jakarta.
Nah, rencananya di liburan lebaran kali ini, gw pingin banget menghabiskan waktu bersama si ksatria kecil, Lie.. Tapi sayangnya, karena ada pekerjaan mendadak yang cukup menjanjikan dan deadline nya cepet, jadi lah gw lebih banyak menghabiskan waktu gw di kantor temen gw untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut.
Alhasil, hampir dari setengah waktu libur gw, gw habiskan di situ. Mengejar pekerjaan yang tidak mampu aku kerjakan di rumah. Dan dengan terpaksa meninggalkan si ksatria kecil di rumah. Setiap kali gw mau berangkat meninggalkannya, terasa ada beban berat melihat wajah innocent nya yang merengek mau ikut. Lebih mudah meninggalkannya saat dia sedang memejamkan mata dan terlena dalam mimpinya. Tapi itulah. Demi mewujudkan mimpi2 kami kepada sang ksatra, aku relakan sebagian waktuku untuk mewujudkannya... :) *alasan cliche
Nah, rencananya di liburan lebaran kali ini, gw pingin banget menghabiskan waktu bersama si ksatria kecil, Lie.. Tapi sayangnya, karena ada pekerjaan mendadak yang cukup menjanjikan dan deadline nya cepet, jadi lah gw lebih banyak menghabiskan waktu gw di kantor temen gw untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut.
Alhasil, hampir dari setengah waktu libur gw, gw habiskan di situ. Mengejar pekerjaan yang tidak mampu aku kerjakan di rumah. Dan dengan terpaksa meninggalkan si ksatria kecil di rumah. Setiap kali gw mau berangkat meninggalkannya, terasa ada beban berat melihat wajah innocent nya yang merengek mau ikut. Lebih mudah meninggalkannya saat dia sedang memejamkan mata dan terlena dalam mimpinya. Tapi itulah. Demi mewujudkan mimpi2 kami kepada sang ksatra, aku relakan sebagian waktuku untuk mewujudkannya... :) *alasan cliche
Merindukan saat2 bersamanya
Merindukan tawa segarnya
Merindukan mendengar ucapan2nya
Merindukan kata 'wah' nya
Merindukan kegembiraannya
Merindukannya..
Sampai nanti sore sayangku, i love u so much
For my little knight, Lie
Sabtu, 03 September 2011
Bulan Penuh Berkah
Bulan Ramadhan sudah hampir berakhir. Banyak orang yang bilang bulan Ramadhan itu adalah bulan penuh berkah. Kalau didengarkan sekilas kalimat tersebut sangat biasa. Bahkan tidak terasa 'menohok' seperti saat aku mendengar pepatah2 lama atau kata2 mutiara. Beberapa stasiun TV juga menayangkan kalimat tersebut dikelilingi dengan hiasan bernuansa Islami di sela2 pergantian acara atau iklan.
Sampai suatu hari aku mendapatkan kesempatan untuk merenungi kata2 tersebut. Di titik itu aku merasakah suatu keharuan yang luar biasa. Sambil memperhatikan ksatria kecilku berlarian sambil memegang mobil2annya dan mengoceh nggak karuan, makna mendalam dari kalimat tersebut menerpaku.
Betapa cintaNya kepadaku... kepada kami, ciptaanNya.. seperti saat aku melihat ksatria ku yang berlari kesana kemari sambil sesekali terjatuh sebelum bangkit dan mulai berlari lagi.. Aku membiarkannya berlari, terjatuh, bangkit dan hanya menagawasinya dari jauh, namun siap untuk menolongnya jika dia memanggilku. Seperti itu kah cinta Sang Pencipta kepada ciptaanNya? Aku yakin jauh lebih besar dari itu. Buktinya, Sang Pencipta menyediakan satu bulan penuh selama 30 hari untuk kita mengejar berkah Nya yang berkelimpahan. Tidak hanya itu, di bulan itu juga Sang Pencipta mengurung semua iblis nya untuk memudahkan ciptaanNya mengejar berkahNya. Hampir sama seperti kita memberikan iming2 kepada putra atau seseorang yang kita cintai atau bahkan diri kita sendiri untuk prestasi yang kita harapkan kan... Lalu setelah prestasi tersebut tercapai, apa lagi yang kita harapkan sebagai pemberi hadiah? Melanjutkan prestasi tersebut tentu saja...
Seperti juga saat aku mengawasi ksatria kecilku. Aku membiarkannya berlari, terjatuh, tersenggol, tersakiti dll. Namun aku siap berada di dekatnya jika dia membutuhkanku. Tapi aku ingin dia mengalami segala pangalaman baik dan buruk. Kesenangan berlari dan sakitnya jatuh. Hal ini akan membuat sang ksatria lebih berhati2 dalam melangkah. Kesenangan untuk memanjat dan menyebalkannya jika kaki tersangkut sampai tidak bisa turun. Membuat sang ksatria berpikir sebelum bertindak.
Misalnya saja, sebagai hadiah naik kelas keponakanku sempat dijanjikan sebuah barang jika nilainya baik oleh orang tuanya. Setelah nilai nya yang baik itu tercapai dan barang tersebut dihadiahkan, apa lagi yang diharapkan oleh kakakku selaku orangtuanya? Tentu saja dia dan suaminya mengharapkan sang putra dapat meneruskan prestasinya tersebut di masa2 berikutnya. Sehingga nilainya bagus terus dan bisa menjadi bintang kelas. Pasti itu juga yang kurang lebih diharapkan oleh Sang Pencipta terhadap kita, ciptaanNya. Nah, apakah kita sudah memenuhi harapan tersebut?? Duh, kayaknya jauh deh.. Tapi Sang Pencipta tetap melimpahkan rahmat dan berkahNya seperti tidak terjadi apa2.
Menjelang habisnya bulan penuh berkah ini, aku berharap sepenuh hati supaya aku bisa merasakan bulan penuh berkah berikutnya. Aku merasa bulan ini aku tidak sepenuhnya mengejar semua rahmat dan berkah yang dilimpahkanNya. Aku lebih banyak sibuk dengan kegiatan keduniawian. Semoga di tahun berikutnya aku bisa lebih khusyu dalam menjalankan ibadah ya... Amin...
Selamat Hari Raya Idul Fitri, Apabila aku melakukan kesalahan, mohon dimaafkan ya.. karena sesungguhnya aku tidak pernah punya keinginan untuk menyakiti... always try to do the best.. masalahnya tidak semua yang terbaik itu bisa diterima juga dengan baik...
Semoga kita bisa bertemu lagi dengan bulan Ramadhan berikutnya dan menjalankannya dengan lebih tulus dan ikhlas...
Ninil, Franky, Lie
Langganan:
Postingan (Atom)