Kamis, 13 Oktober 2011

Nama untuk Sang Buah Hati

Nama seorang anak terhadap keluarganya kadang mirip seperti plang nama pada sebuah toko. Di situlah citra bisa ternilai. Mulai dari pemilihan nama, gaya tulisan, warna dan jenis plang, serta penempatannya. Jangan berharap konsumen akan tertarik masuk ke toko jika tulisan plangnya asal-asalan.
Jangan anggap remeh arti sebuah nama. Terlebih jika nama itu diperuntukkan buat sang buah hati. Karena dari nama anaklah, citra sebuah keluarga bisa ternilai.

Sayangnya, tidak semua orang tua paham itu. Jadilah bayi-bayi yang punya asal nama. Tanpa arti, tanpa hikmah. Hal itulah yang kini kerap dipikirkan Pak Yogi.
Bapak yang baru saja dapat anugerah kelahiran bayi laki-laki ini masih dibingungkan dengan pilihan nama. Ia sedang berpikir keras untuk menentukan nama bayinya. "Nama anak harus punya nilai," tekad Pak Yogi begitu kuat. Sekuat kritik buat ayahnya yang telah memberinya nama 'Yogi'.
Ketika Pak Yogi paham bagaimana Islam mengajarkan soal nama, ia sempat kecewa. Masalahnya, nama 'Yogi' sulit dicarikan arti. Apalagi, nilai yang bisa diambil pelajaran. Dan lebih kecewa lagi ketika Pak Yogi bertanya ke ayahnya soal pemilihan nama itu. "Ayah juga nggak tahu artinya!" ucap ayah Pak Yogi suatu kali. Ketika didesak kenapa ayahnya memilih nama itu, jawaban sang ayah sederhana saja. "Soalnya, waktu itu ayah suka sama film kartun. Judulnya Yogi and Bubu!"

Astaghfirullah! Pak Yogi sangat sangat kecewa. Kadang ia malu sama teman pengajiannya. Tapi, apa mau dibilang. Nama sudah terlanjur melekat. Repot kalau diubah. Karena mesti mengubah akte kelahiran, ijazah SD, SMP, SMU, dan S satu.
Cara mudah mengubah nama tanpa mesti mengubah dokumen keluarga, ya dengan mengubah nama panggilan. Pak Yogi berharap, dengan nama anaknya kelak, ia bisa mendompleng. Ia bisa menyebut dirinya dengan Abu titik-titik. Artinya, bapak dari nama bayi laki-lakinya itu. Kalau nama sang bayi Ahmad. Maka, nama panggilan Pak Yogi menjadi Abu Ahmad. Wow, keren!

Tapi, ia masih belum sreg dengan pilihan nama buat anaknya. Yang jelas, tidak mungkin Pak Yogi menamai anaknya dengan Abu Bakar. Karena nama panggilan buat dirinya akan dobel di Abu: Abu Abu Bakar. Wah, jadi nggak pas. Pak Yogi terus berpikir. Tapi, belum juga ketemu.
Pak Yogi pernah bertanya ke isterinya. Tapi, isterinya tidak memberi satu nama pun. Cuma ngasih saran, agar nama bayinya tidak kepanjangan. Repot mesti dipanggil apa. Kalau disebut semua, sulit dihafal. Kalau disingkat, nanti malah kurang bagus.
Saran isterinya itu, menjadi pertimbangan baru buat Pak Yogi. "Betul juga, ya!" ucapnya dalam hati. Ia pernah dengar pengalaman teman pengajiannya. Sang teman pernah dikasih saran oleh seseorang untuk menamai anaknya dengan nama yang begitu bagus: shibghotullah! Artinya, celupan atau bentukan dari Allah. Tapi, teman Pak Yogi bingung sendiri. Ia kerepotan memanggil sang anak. Kalau dipanggil secara utuh, selain susah juga kepanjangan. Kalau mau disingkat, motongnya di mana.
Kadang, ketika anak mulai belajar bicara, kerap menyebut namanya dengan caranya sendiri. Nah, kalau namanya kepanjangan dan sulit disingkat, anak juga ikut kerepotan. Hal itu pernah dialami tetangganya. Nama sang anak sebenarnya bagus: Khairuddin. Artinya, kebaikan dari agama. Tapi, sang anak sendiri yang akhirnya menyingkat menjadi Udin. Hingga dewasa, anak itu tetap dipanggil Udin.
Dari sekian pengalaman itu, Pak Yogi akhirnya menemukan satu nama. Panggilannya tidak sulit. Tidak juga terlalu panjang. Bahkan, sangat singkat. Namanya, Sa'id. Artinya yang berbahagia. Dari segi sejarah, nama Said mengingatkan Pak Yogi dengan seorang pahlawan Islam: Said bin Zubair.
Selain itu, ada satu hal yang membuat hati Pak Yogi berbunga-bunga. Tak lama lagi, teman-teman Pak Yogi akan memanggil dirinya dengan panggilan baru: Abu Said. "Wow, nama yang keren!" ucap Pak Yogi ke isterinya. Dan, isteri Pak Yogi pun setuju.

Ketika berkunjung ke orang tuanya, Pak Yogi menyertakan isteri dan sang bayi. Selain minta doa, sebenarnya Pak Yogi juga punya maksud lain. Ia ingin ngasih pelajaran buat ayahnya yang asal ngasih nama. Agar, ayahnya sadar bahwa nama anak itu harus punya arti dan pelajaran.
"Siapa namanya, Yog?" tanya ayah Pak Yogi sambil menoleh ke sang bayi. Dengan bangga Pak Yogi mengatakan, "Sa'id, Yah! Artinya yang berbahagia. Bagus kan, Yah!"
Ayah Pak Yogi mengangguk-angguk pelan. "Luar biasa, Yog! Kamu memang hebat pilih nama. Hebat!" ucap ayah Pak Yogi.
Mendapati reaksi itu, Pak Yogi jadi bingung sendiri. Apakah secepat itu ayahnya langsung tersadar soal nilai sebuah nama. Atau, apa nama Said punya arti tersendiri buat ayahnya yang ia yakin tidak paham dengan bahasa Arab dan nama-nama tokoh Islam.
”Maksud, ayah?” tanya Pak Yogi menghilangkan rasa penasarannya.
"Begini, Yog. Dengan nama itu, aku bisa memanggil cucuku dengan inisial bagus: SBY! Wow, SBY! Artinya, Said bin Yogi!" lanjut ayah Pak Yogi bangga. 

(muhammadnuh@eramuslim.com)
-numpang copas dari blog tetangga... :)-

Rabu, 07 September 2011

Keluargaku, Hidupku

Memiliki keluarga yang sempurna?? Terbersit dalam pikiranku untuk mengakui bahwa keluargaku adalah keluarga yang sempurna. Aku memiliki seorang suami yang (aku tau pasti) menyayangiku apa adanya. Aku juga memiliki karier yang dinamis yang membuat setiap orang yang menjalaninya tidak akan pernah bosan. Dan sebagai pelengkap kesempurnaan itu, aku memiliki seorang putra lucu yang berusia 2,5 tahun dan merupakan ksatria terhebat di mataku. 

Aku dan suamiku yang berusia 2th lebih muda dariku memiliki ras yang berbeda. Pada awalnya kami juga memiliki perbedaan keyakinan. Kami juga dibesarkan dengan cara yang berbeda sehingga memiliki pola pemikiran maupun kesukaan yang berbeda. Aku menyukai segala sesuatu yang berbau seni, arsitektural dan segala sesuatu yang dinamis, sementara suamiku menyukai segala sesuatu yang berbau teknologi dan permainan yang statis. Kalau aku menyukai beberapa genre buku, musik dan film, suamiku menyukai genre permainan komputer dan sejenisnya. Aku menyukai segala sesuatu yang berbau alami, suamiku menyukai segala sesuatu yang modern. Mungkin kedengarannya seperti iklan, tapi begitulah adanya. Terkadang kami suka sulit menyatukan kegiatan di waktu luang kami. Aku lebih suka jalan2 ke Taman Margasatwa atau Taman Menteng, sementara dia lebih suka jalan2 ke Toko Komputer atau Pameran Komputer dan Teknologi. Kami juga memiliki perbedaan yang signifikan dalam mengelola keuangan kami. Dia lebih suka menyimpannya secara konvensional, sedangkan aku lebih suka mengembangkan dana kami melalui asuransi atau investasi.

Satu hal yang menyatukan kami semakin erat adalah kehadiran ksatria kecilku, Lie. Dia adalah buah hati kami yang dididik dengan dasar keanekaragaman. Kami memberinya pengertian sejak dini tentang indahnya perbedaan. Dia menyukai permainan komputer sekaligus menyukai kegiatan luar. Meskipun begitu, sudah bisa dilihat kalau dia memiliki kecenderungan untuk menghindari tempat2 ribut (baik musik atau alat lain) yang tidak diketahui sumber suaranya.

Tapi dibilang memiliki keluarga yang sempurna? Aku yakin itu bukan aku orangnya.. Kami sering memiliki perbedaan pendapat yang menyebabkan perselisihan. Terkadang kami juga memiliki perbedaan cara dalam mendidik ksatria kecil kami. Dalam bersikap terhadap orang tua kami masing2 pun kami memiliki perbedaan. Dia lebih santai dalam menghadapi kedua orangtuanya, bahkan cenderung cuek, sementara aku sangat menjaga nada suaraku saat berkomunikasi dengan orangtuaku terutama ibuku.

Salah satu cara kami mengurangi perselisihan di antara kami adalah dengan cara menggunakan panggilan ‘sayang’ terhadap masing2. Panggilan tersebut adalah “Sayang..” Saking terbiasanya kami memanggil satu sama lain dengan panggilan tersebut, sampai2 kalaupun marah/menghardik/menegur dengan intonasi yang tinggi, panggilan itu tetap digunakan. Mungkin orang lain aneh mendengarnya, tapi jika aku benar2 marah terhadap suamiku, salah satu cara yang bisa mendinginkan hatiku adalah dengan cara bagaimana dia memanggilku. Biasanya kami juga menjaga intonasi suara kami agar tetap berada di level yang normal, meskipun hati sedang panas. Hal ini juga bisa memperkecil kemungkinan perselisihan kami semakin parah.

Perbedaan dalam hidup berumah tangga kami sangatlah besar dan kami menyadarinya dengan sesadar2nya saat kami memutuskan untuk menikah. Namun aku menyadari dan menikmati adanya perbedaan itu dan sedikit bangga karenanya. Aku bangga karena kami memiliki begitu banyak perbedaan dan tidak berusaha merubah satu sama lainnya. Aku juga bangga dengan pengaturan kegiatan kami agar kami masing2 mendapat kepuasan dalam menjalankan kegiatan yang diminatinya.

Keluargaku adalah keluarga yang tidak sempurna. Tapi ketidaksempurnaan itulah yang membuat keluargaku adalah keluarga yang sempurna.


*note ini pernah jadi nominasi di "20 inspirational story The Papandayan" di facebook

Minggu, 04 September 2011

Miss Him So....

Libur lebaran sudah hampir berakhir. Besok gw udh kembali ke aktivitas rutin yg sudah gw jalani beberapa bulan terakhir ini. Aktivitas rutin itu adalah 'kerja'.. Hahahaa... Selamat ya, nil, akhirnya lo bisa kerja juga... (pasti ada beberapa org yg mengucapkan kalimat ini).. Ya, beberapa bulan terakhir ini gw kerja di salah satu perusahaan konsultan (eh, ada kontraktor nya juga ding) yang cukup terkenal di Jakarta.

Nah, rencananya di liburan lebaran kali ini, gw pingin banget menghabiskan waktu bersama si ksatria kecil, Lie.. Tapi sayangnya, karena ada pekerjaan mendadak yang cukup menjanjikan dan deadline nya cepet, jadi lah gw lebih banyak menghabiskan waktu gw di kantor temen gw untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut.

Alhasil, hampir dari setengah waktu libur gw, gw habiskan di situ. Mengejar pekerjaan yang tidak mampu aku kerjakan di rumah. Dan dengan terpaksa meninggalkan si ksatria kecil di rumah. Setiap kali gw mau berangkat meninggalkannya, terasa ada beban berat melihat wajah innocent nya yang merengek mau ikut. Lebih mudah meninggalkannya saat dia sedang memejamkan mata dan terlena dalam mimpinya. Tapi itulah. Demi mewujudkan mimpi2 kami kepada sang ksatra, aku relakan sebagian waktuku untuk mewujudkannya... :) *alasan cliche


Merindukan saat2 bersamanya
Merindukan tawa segarnya
Merindukan mendengar ucapan2nya
Merindukan kata 'wah' nya
Merindukan kegembiraannya
Merindukannya..

Sampai nanti sore sayangku, i love u so much

For my little knight, Lie

Sabtu, 03 September 2011

Bulan Penuh Berkah

Bulan Ramadhan sudah hampir berakhir. Banyak orang yang bilang bulan Ramadhan itu adalah bulan penuh berkah. Kalau didengarkan sekilas kalimat tersebut sangat biasa. Bahkan tidak terasa 'menohok' seperti saat aku mendengar pepatah2 lama atau kata2 mutiara. Beberapa stasiun TV juga menayangkan kalimat tersebut dikelilingi dengan hiasan bernuansa Islami di sela2 pergantian acara atau iklan.

Sampai suatu hari aku mendapatkan kesempatan untuk merenungi kata2 tersebut. Di titik itu aku merasakah suatu keharuan yang luar biasa. Sambil memperhatikan ksatria kecilku berlarian sambil memegang mobil2annya dan mengoceh nggak karuan, makna mendalam dari kalimat tersebut menerpaku.

Betapa cintaNya kepadaku... kepada kami, ciptaanNya.. seperti saat aku melihat ksatria ku yang berlari kesana kemari sambil sesekali terjatuh sebelum bangkit dan mulai berlari lagi.. Aku membiarkannya berlari, terjatuh, bangkit dan hanya menagawasinya dari jauh, namun siap untuk menolongnya jika dia memanggilku. Seperti itu kah cinta Sang Pencipta kepada ciptaanNya? Aku yakin jauh lebih besar dari itu. Buktinya, Sang Pencipta menyediakan satu bulan penuh selama 30 hari untuk kita mengejar berkah Nya yang berkelimpahan. Tidak hanya itu, di bulan itu juga Sang Pencipta mengurung semua iblis nya untuk memudahkan ciptaanNya mengejar berkahNya. Hampir sama seperti kita memberikan iming2 kepada putra atau seseorang yang kita cintai atau bahkan diri kita sendiri untuk prestasi yang kita harapkan kan... Lalu setelah prestasi tersebut tercapai, apa lagi yang kita harapkan sebagai pemberi hadiah? Melanjutkan prestasi tersebut tentu saja...

Seperti juga saat aku mengawasi ksatria kecilku. Aku membiarkannya berlari, terjatuh, tersenggol, tersakiti dll. Namun aku siap berada di dekatnya jika dia membutuhkanku. Tapi aku ingin dia mengalami segala pangalaman baik dan buruk. Kesenangan berlari dan sakitnya jatuh. Hal ini akan membuat sang ksatria lebih berhati2 dalam melangkah. Kesenangan untuk memanjat dan menyebalkannya jika kaki tersangkut sampai tidak bisa turun. Membuat sang ksatria berpikir sebelum bertindak.

Misalnya saja, sebagai hadiah naik kelas keponakanku sempat dijanjikan sebuah barang jika nilainya baik oleh orang tuanya. Setelah nilai nya yang baik itu tercapai dan barang tersebut dihadiahkan, apa lagi yang diharapkan oleh kakakku selaku orangtuanya? Tentu saja dia dan suaminya mengharapkan sang putra dapat meneruskan prestasinya tersebut di masa2 berikutnya. Sehingga nilainya bagus terus dan bisa menjadi bintang kelas. Pasti itu juga yang kurang lebih diharapkan oleh Sang Pencipta terhadap kita, ciptaanNya. Nah, apakah kita sudah memenuhi harapan tersebut?? Duh, kayaknya jauh deh.. Tapi Sang Pencipta tetap melimpahkan rahmat dan berkahNya seperti tidak terjadi apa2.

Menjelang habisnya bulan penuh berkah ini, aku berharap sepenuh hati supaya aku bisa merasakan bulan penuh berkah berikutnya. Aku merasa bulan ini aku tidak sepenuhnya mengejar semua rahmat dan berkah yang dilimpahkanNya. Aku lebih banyak sibuk dengan kegiatan keduniawian. Semoga di tahun berikutnya aku bisa lebih khusyu dalam menjalankan ibadah ya... Amin...

Selamat Hari Raya Idul Fitri, Apabila aku melakukan kesalahan, mohon dimaafkan ya.. karena sesungguhnya aku tidak pernah punya keinginan untuk menyakiti... always try to do the best.. masalahnya tidak semua yang terbaik itu bisa diterima juga dengan baik...
Semoga kita bisa bertemu lagi dengan bulan Ramadhan berikutnya dan menjalankannya dengan lebih tulus dan ikhlas...

Ninil, Franky, Lie

Minggu, 15 Agustus 2010

Namanya....

Lelaki itu bernama Adli Balian Haritz.. Kedua orang tuanya memiliki latar belakang yang cukup berbeda.. Mereka berbeda ras dan awalnya berbeda agama. Mereka dibesarkan dengan pola pikir yang cukup berbeda. Mereka punya kesukaan dan hobi yang bener2 beda. 

Sang ayah yang berbeda sekitar 3th dengan sang ibu berasal dari suku Cina Jawa beragama Katholik. Sementara sang ibu berasal dari suku Jawa Pribumi beragama Islam. Dengan kesepakatan2 selama masa pendekatan, mereka berdua berhasil mendamaikan perbedaan2 tersebut dan melebur menjadi sebuah keluarga kecil. 

Arti kata yang melatarbelakangi nama lelaki itu cukup sederhana tapi mendalam. Adli berarti Adil dalam bahasa Arab. Nama ini persembahan sang nenek (dari pihak ibu) yang menginginkan agar lelaki ini dapat bersikap adil di tengah2 perbedaan yang melatarbelakangi kehidupannya di masa mendatang. 

Balian diambil dari nama seorang ksatria perang salib beragama Katholik yang begitu mencintai istrinya sehingga dia rela meninggalkan segalanya untuk menebus dosa sang istri yang mati bunuh diri. Dia mencari jawaban namun malah mendapatkan posisi penting di Jerusalem yang nantinya dia serahkan ke pihak Islam yang dipimpin Salahuddin karena merasa bahwa tentara Islam bersikap lebih baik kepada penduduk Jerusalem dibandingkan tentara Jerusalem itu sendiri. 
Diharapkan sifat ini dapat mencerminkan sifat Balian baru yang dapat mengambil sisi positif dan obyektif dari segala perbedaan yang ada.
Kata2 yang Balian (ksatria perang salib) ucapkan di bukit Golgota sambil memandang salib penghukum Kristus: "Sayangku, bagaimana kau bisa berada di neraka padahal kau tidak pernah pergi meninggalkan hatiku." menggambarkan betapa Balian sangat mencintai istrinya dan bersedia melakukan apa saja agar istrinya bebas dari neraka (menurut kepercayaan saat itu, setiap orang yg mati bunuh diri akan langsung masuk neraka).
(Film Kingdom of Heaven)

Haritz diambil dari nama sang ayah. Sewaktu memutuskan untuk memeluk agama Islam, sang ayah mencari nama tambahan sebagai penanda agamanya. Didapatlah nama 'harrits' yang kalau tidak salah berarti singa atau orang yang dinomorsatukan. Jadilah sang ayah memilih nama tersebut sebagai nama belakangnya dengan sedikit penyesuaian unik -> Haritz

Lelaki itu juga mempunyai panggilan unik, Lie. Panggilan ini diharapkan dapat mencitrakan ras Cina dari ayahnya sekaligus mengakrabkan dan memudahkan. 

Jadilah nama lengkap lelaki itu Adli Balian Haritz atau pendeknya Lie Haritz.
Lahir sebagai anak pertama di Jakarta, 28 Januari 2009 secara normal dan tidak menyusahkan.
Lelaki tersebut merupakan inspirasi dan kebanggaan bagi kedua orangtuanya. Sepertinya tidak cukup kata untuk melukiskan dan menggambarkan keberadaannya. 
Ke 26 huruf yang telah diciptakan bangsa Romawi tidak cukup banyak untuk menggambarkannya. Menggambarkan betapa berartinya dia. Menggambarkan keberadaannya. 

I love so much, son...
Yanuar Prihana Nurantini